Jumat, 15 April 2016

DAFTAR NILAI PRAKTEK KKPI
Nomor Nama Siswa Praktek Jumlah Nilai
Urut Induk Praktek 1 Praktek 2 Praktek 3 Rata-rata
1 11121001 Aniyati Maryati 7,25 8,5 8,62    
2 11121002 Arman Maulana 7,12 8,75 8,52    
3 11121003 Bunyamin Darma 8,25 7,41 7,52    
4 11121004 Cepi Umbara 7,5 8,62 7,52    
5 11121005 Cintya Maharani 7,52 8,52 8,5    
6 11121006 Chaerani 7,92 8,56 8,5    
7 11121007 Diniyati Amiati 7,52 7,59 8,54    
8 11121008 Didin Samsudin 7,52 7,52 7,95    
9 11121009 Ersa Maura 8,5 7,45 7,58    
10 11121010 Erry Susan 8,5 7,25 8,52    
11 11121011 Fery Supriatna 8,54 7,85 8,56    
12 11121012 Febry Anugrah 8,41 8,52 8,52    
13 11121013 Gunawan 7,95 8,85 8,85    
14 11121014 Gina Miniarty 7,58 8,45 8,45    
15 11121015 Gerry Linneker 8,52 7,65 8,52    
16 11121016 Hanny Agustiani 8,56 8,52 8,56    
17 11121017 Hery Jayusman 8,56 7,5 7,59    
18 11121018 Karlina 7,2 7,52 8,54    
19 11121019 Kurniadi Abdullah 7,54 7,92 8,41    
20 11121020 Jery Mardiansyah   7,92 7,95    
  Jumlah total            
  Jumlah nilai tertinggi            
  Jumlah nilai terndah            
               

Mali

Mali


M
ali. Suku kata yang sangat jarang terdengar dan tertulis, Mali adalah salah satu Negara yang terletak di Afrika Barat. Nama ini hanya meneruskan nama bekas kerajaan dari suku Mandingo. Sebenarnya, di wilayah yang sekarang berdiri di Repulique Du Mali ini, terdapat dua kerajaan lainnya, yaitu Songhai dan Ghana. Akan tetapi kerajaan Ghana ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Negara Ghana. Ketiga kerajaan ini melakukan perdagangan lintas Shahara.





S
ayangnya, meskipun dunia luar cukup mengenal mereka, namun kebesaran dan kekayaan mereka baru tersebar luas setelah Marco Polo bertualang kesana. Puncak kejayaan kerajaan Mali tercapai sepanjang abad 13 dan 14. Kedudukan ini diperoleh karena keberhasilannya menguasai wilayah sepanjang sungai Niger. Tidak hanya Afrika, pengaruh Mali tersebar sampai Eropa dan Timur Tengah. Tetapi kemudian merosot, dan akhirnya tinggal sebagai legenda saat memasuki abad ke-17


Republik Mali tidak memiliki pantai sama sekali. Ia terkepung oleh tujuh Negara : Aljazair, Mauritania, Senegal, Guyana, Pantai Gading, Burkina, dan Niger. Semuanya termasuk Mali pernah dijajah Prancis.
Meski dahulu dirimbun hutan lebat, Mali yang sekarang bagaikan hamparan gurun. Sekitar sepertiga dari seluruh mali. Sepanjang tahun, nyaris tidak pernah tersentuh air hujan. Sebagian lahan yang lain masih berupa “setengah gurun”. Dengan kata lain sedang berada dalam proses menjadi gurun. Termasuk “ setengah gurun “ ini adalah ribuan hektar sabana tropis yang penuh denagn semak dan rerumputan sabana kering itu kaya akan satwa buas



Jumat, 08 April 2016

Bela Negara dalam Bidang Politik

Bela negara dalam bidang politik dapat diwujudkan dengan aktifnya warga negara berpartisipasi dalam politik. Partisipasi politik adalah unsur yang penting dalam demokrasi, termasuk demokrasi Pancasila. Hal itu disebabkan semua hasil keputusan dari demokrasi adalah kehendak dan aspirasi dari rakyat. Oleh sebab itu, partisipasi rakyat sangat menentukan keputusan politik. Partisipasi politik dari rakyat akan memengaruhi kehidupan kenegaraan. Partisipasi politik adalah keikutsertaan rakyat dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut dan memengaruhi kehidupannya di bidang politik.

Partisipasi politik rakyat menunjukkan partisipasi yang berbeda-beda. Ada rakyat yang terlibat
aktif, misalnya menjabat menjadi pejabat publik (pemerintah/birokrasi). Namun, ada juga rakyat yang tidak aktif dalam berpartisipasi, seperti tidak memilih dalam pemilu (golput). Perbedaan partisipasi politik rakyat itu disebabkan beberapa faktor.

Faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi politik adalah sebagai berikut.

  1. Kesadaran politik, yaitu kesadaran pada hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
  2. Kepercayaan politik, yaitu sikap dan rasa percaya rakyat pada pemerintahannya.
  3. Berdasarkan kedua faktor di atas, bentuk partisipasi politik ada empat macam, yaitu sebagai berikut.
  4. Partisipasi politik aktif adalah partisipasi seseorang yang memiliki kesadaran dan kepercayaan politik tinggi.
  5. Partisipasi politik apatis adalah partisipasi seseorang yang memiliki kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah.
  6. Partisipasi politik pasif adalah partisipasi seseorang yang memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan kepercayaan politiknya tinggi.
  7. Partisipasi politik militan radikal adalah partisipasi seseorang yang mempunyai kesadaran politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah.
Bela Negara dalam Bidang Politik

Jadi, jika kita ingin mencapai partisipasi politik yang aktif maka rakyat perlu menumbuhkan kesadaran politik dan kepercayaan politik tinggi dan positif. Partisipasi politik yang aktif akan meningkatkan persatuan dan kesatuan seluruh warga negara dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Peran warga negara dalam bidang politik contohnya berupa hak warga negara untuk turut serta dalam setiap proses perubahan kebijaksanaan negara oleh para pejabat atau lembaga-lembaga pemerintah. Peran itu dilakukan sebagai wujud kebebasan hak asasi manusia sehingga dapat mengembangkan nilai-nilai demokratis. Pelaksanaan itu dijamin dalam Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Isi dari pasal ini adalah seperti berikut ini: “Hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, yang akan diatur dengan undang-undang.”

Berikut ini adalah contoh kemerdekaan berserikat dan berkumpul untuk setiap warga negara:
a. Hak menjadi anggota partai politik dan organisasi kemasyarakatan.
b. Hak mendirikan partai.
c. Hak ikut dalam organisasi di kalangan pelajar.

Contoh tindakan yang termasuk kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan adalah seperti berikut ini:

  1. Mengeluarkan pikiran secara lisan dari seseorang kepada orang lain secara langsung. Misalnya melalui diskusi, ceramah, seminar, atau pidato.
  2. Mengeluarkan pikiran melalui media elektronik, seperti misalnya televisi, radio, internet, dan lain-lain.
  3. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan tertulis dapat diwujudkan dengan mengeluarkan pikiran kepada orang lain dengan cara menulis melalui media cetak (penerbitan) atau media massa, seperti misalnya koran, majalah, atau buletin.

Komisi Pertahanan DPR: Pembentukan Bela Negara Perlu UU

Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Supiadin Aries Saputra menilai perlunya dibentuk Undang-Undang Bela Negara sebagai dasar dan regulasi perealisasian wacana program pembentukan kader bela negara.

Politikus Partai NasDem ini berpendapat undang-undang tersebut nantinya mengatur mekanisme pengkaderan bela negara secara detail, termasuk perekrutan.

Saat ini, ketentuan bela negara baru termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat 1 yang berbunyi, “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan negara.”Hal itu juga dijelaskan dalam Pasal 30 ayat 5 yang menyatakan, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan UU.

Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara disebutkan, ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.

"UU (Bela Negara) mengatur secara teknis. Banyak pasal di UU Pertahanan Negara yang belum dijabarkan," ucap Supiadin di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, Senin (12/10).

Hal serupa disampaikan anggota Komisi Pertahanan DPR Sukamta. Ia menilai landasan hukum wacana bela negara belum utuh. Menurutnya, perlu ada undang-undang yang dibuat secara khusus untuk mengatur wacana ini.

Ini disampaikannya berdasarkan Pasal 9 UU Pertahanan Negara yang mengatur tentang kewajiban bela negara yang dilakukan sipil dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan, pendidikan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai profesi. Pada ayat 3 disebutkan, ketiga bentuk bela negara sipil ini diatur dengan undang-undang. (Baca: Moeldoko soal Bela Negara: 750 Orang per Kabupaten)

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menilai pemerintah menyalahi amanat undang-undang apabila Peraturan Pemerintah (PP) atau Keputusan Presiden) Keppres yang dijadikan landasan hukum untuk program bela negara.

Menurutnya, itu dapat dilakukan apabila PP atau Keppres tersebut merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang tentang bela negara. (Baca: Kementerian Pertahanan Sebut Bela Negara Bukan Wajib Militer)

"Jadi sekarang yang perlu dipikirkan adalah kami dukung rencana program ini dengan menjadwalkan penyusunan undang-undang khususnya," ucap Sukamta.

Landasan Hukum tentang Kewajiban Membela Negara

Dilihat dari perundang-undangan, kewajiban membela negara dapat ditelusuri dari ketentuan dalam UUD l945 dan undang-undang nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) ditegaskan bahwa “ tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”. Sedangkan dalam Pasal 30 ayat (2) disebutkan bahwa “usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) dan (2) tersebut, ada beberapa hal yang mesti kita pahami yaitu 1) keikutsertaan warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban; 2) pertahanan dan keamanan negara menggunakan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta; 3) kekuatan utama dalam sistem pertahanan adalah TNI, sedangkan dalam sistem keamanan adalah POLRI; 4) kedudukan rakyat dalam pertahanan dan keamanan sebagai kekuatan pendukung. Ketentuan hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pembelaan negara dan sebagai
kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan TNI, POLRI, hubungan kewenangan TNI dan POLRI, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang [Pasal 30 (5)**]

Kata “wajib” yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (3) dan UURI Nomor 3 tahun 2002 Pasal 9 ayat (1) mengandung makna, bahwa setiap warga negara, dalam keadaan tertentu dapat dipaksakan oleh negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Namun demikian, di negara kita sampai saat ini belum ada keharusan untuk mengikuti wajib militer (secara masal) bagi segenap warga negara Indonesia seperti diberlakukan di beberapa negara lain. Sekalipun demikian, adakalanya orang-orang yang memiliki keahlian tertentu (biasanya sarjana) yang dibutuhkan negara dapat diminta oleh negara untuk mengikuti tes seleksi penerimaan anggota TNI sekalipun orang tersebut tidak pernah mendaftarkan diri.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara

1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.

Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.

Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.

Landasan Hukum Bela Negara Belum Utuh

RENCANA Kementerian Pertahanan untuk melaksanakan program bela negara wajib didukung. Karena saat ini bangsa kita sedang dan akan menghadapi konstelasi dan kontestasi global.

Perang berkembang tidak hanya simetris, tapi juga asimetris. Ada pula bernama proxy war. Namun sementara itu jati diri kebangsaan dan rasa nasionalisme sepertinya sudah pudar, khususnya di kalangan muda.

Jadi, rencana pemerintah akan menggulirkan program bela negara harus kita dukung. Tapi sebelum bicara teknis seperti kurikulum, sasaran, anggaran dan sebagainya, kita harus bicara dulu soal landasan hukumnya.

Landasan hukum program bela negara belum utuh. Rencana program bela negara ini melandaskan diri secara hukum kepada UUD NRI 1945 dan UU RI No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Pasal 9 yang mengatur tentang kewajiban bela negara menyatakan, bahwa bela negara yang dilakukan oleh sipil dilaksanakan dalam bentuk pendidikan kewarganegaraan, pendidikan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai profesi. Kemudian pada ayat 3 disebutkan, bahwa ketiga bentuk bela negara sipil ini diatur dengan undang-undang.

Dari dua pasal tersebut berpesan, program bela negara harus diatur dengan undang-undang khusus. Sementara itu belum ada undang-undang yang khusus mengatur soal bela negara.

UU tentang Pertahanan Negara mengamanatkan perlu adanya undang-undang khusus bela negara. Sementara program bela negara berlandaskan Peraturan Pemerintah atau Keppres. Landasan hukum ini sudah menyalahi amanat UU, kecuali Peraturan Pemerintah atau Keppres tersebut merupakan peraturan pelaksana dari undang-undang tentang bela negara.

Jadi sekarang yang perlu dipikirkan adalah, mendukung rencana program bela negara ini dengan menjadwalkan penyusunan undang-undang khususnya. DPR bersama Kemenhan harus menjadwalkan pembahasan undang-undang tersebut lebih lanjut.

Saya berharap kita semua mendukung program bela negara ini. Tapi program bela negara harus sesuai koridor perundang-undangan.